Sebenernya ngga first sih, tapi 2nd. Karena very first-nya itu pas praktek kesenian SMA kelas 2, tapi ngasal banget bikinnya kayak H (hour) min sekian. Soalnya aku sangat perfeksionis dulu, ketika ada yang salah langsung pengen ulang aja gitu. Jadi udah berkali-kali cuci kanvasnya buat ngilangin cat-nya, terus ulang. Begitu terus sampai hampir menyentuh deadline. Alhasil, kurang maksimal.
Karena result-nya jelek, gue jadi ngga suka yang namanya painting dengan cat. Karena di kepala gue dulu susah aja gitu loh, kalo salah ya harus terus lanjut. Improvisasi. Ngga suka! Gue ingin punya kontrol untuk menghapus.
Makanya gue lebih suka gambar pake pensil. Pake pensil itu murah! Modalnya bisa 2000 lah ya, pensil sama kertas biasa. Meanwhile untuk gambar akrilik ini gue keluar ~200rb buat 3 kanvas, cat, dan kuas (ya Allah gue aja ngga punya kuas buat make up). Hobi yang kemahalan buat gue, mungkin gue ngga akan repeat order (?).
Terus, ada penghapus kalo gambar pake pensil. Damage-nya tidak terlalu besar kalo salah, ngga kayak akrilik atau cat air.
Semenjak kuliah, perfeksionis gue berkurang jauh sih: jadi lebih santai, lebih bisa menertawakan hal-hal yang ngga sejalan dengan apa yang gue harapkan. Sedih, tapi kayak yaudah aja. Kadang kalo cerita ke orang-orang malah jadi cerita jenaka. Tapi itu jadi cope mechanism gue ketika gue salah langkah dalam mengambil keputusan atau berbuat kesalahan: mengakui kesalahan tersebut dan dibikin lucu aja.
Karena lumayan banyak eksplorasi hobi baru selama karantina ini, akhirnya gue kembali mencoba gambar akrilik.
Selama gue nyoba, tentunya gue banyak melakukan kesalahan. Di kepala gue tuh kayak:
"harusnya lo tambahin warna ini dulu"
"AH warnanya ngga sama!"
"IH kenapa gue tambahin aksen ini sih!"
*nyiprat warna putih* "WTF!!!"
Tapi kayak yaudah aja gitu. April di masa SMA mungkin langsung stress HAHAHA. Pas gue nyoba kemaren, respons gue tuh lebih ke seperti ini:
*nyiprat* ➝ "WTF!!! Yaudah deh gue bikin awan aja."
*ngeliat hasilnya* ➝ "WKWKWK KOK JELE! Yaudah gapapa namanya juga belajar."
Lebih chill. Selama kemaren melukis tuh gue merasa bangga aja dengan diri gue. Bukan karena merasa gambarnya bagus (menurut gue so-so lah, ngga jelek tapi ngga bagus juga haha), tapi karena melihat diri gue yang lebih dewasa dalam menyikapi permasalahan. Kayaknya gue berubah banyak dalam pikiran, dan alhamdulillah ke arah yang positif yah. Dan perubahan ini baru disadari ketika gue melukis akrilik.
Approach dalam melukis akrilik tuh mirip ya sama approach dalam kehidupan. Kita melakukan kesalahan dan ngga ada jalan untuk kembali. Lalu kita belajar menerima kesalahan tersebut dan terus lanjut menorehkan tinta di atasnya, melakukan improvisasi untuk mempercantik detailnya. Menyesali ketidaksempurnaan detailnya ngga akan membantu, malah bikin pusing. Details make it great paintings, tho, but we don't need it to be that great, ain't we? Lukisannya akan tetap indah meskipun detailnya ngga sempurna. Tetap indah meskipun ngga luar biasa.
Jadi keinget lagi quote dari film Flipped:
"A painting is more than the sum of its parts. A cow by itself is just a cow. A meadow by itself is just grass, flowers. And the sun peeking through the trees is just a beam of light. But you put them all together and it can be magic."
Painting atau lukisan tuh kayak kehidupan aja, lebih dari sekedar kesalahan atau detail yang kecil. Mungkin ketika kita lagi ada di bawah, atau sedih dengan suatu kejadian, bisa kembali diingat kalo hal tersebut hanyalah titik/detail kecil yang ada di kehidupan kita, yang kebetulan ngga sempurna. Tapi hidup itu lebih dari satu titik/event. Itulah yang membuat hidup itu indah, ketika kita bisa melihat hidup lebih dari sekedar "sum of its parts".
I'm not good with words, but you know what I mean ;) For those who are struggling right now, just remember that this is just one detail of the big picture. Keep going on and improvise!
No comments:
Post a Comment